foto: bertha/GARASInews
Yogyakarta, GARASInews - TNI AU hari ini memperingati Hari Bhakti ke-70 di Yogyakarta. Sejarah yang dikenang dan diperingati hari ini adalah peristiwa operasi militer udara pertama Indonesia pada 29 Juli 1947.
Untuk itu pagi ini digelar upacara napak tilas yang dipimpin oleh KSAU Marsekal Hadi Tjahjanto di Lanud Adisutjipto, Sleman, Sabtu (29/7/2017).
Dalam kesempatan ini Hadi menceritakan kembali peristiwa bersejarah yang terjadi 70 tahun lalu itu.
Di pagi hari di tanggal ini, 70 tahun yang lalu, tiga pesawat peninggalan Jepang, masing-masing satu pesawat Guntai dan dua pesawat Cureng, lepas landas dari Pangkalan Maguwo menuju tangsi-tangsi Belanda. Mereka menuju ke Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
Pesawat Guntai dengan dengan Kadet Penerbang Muljono dan juru tembak Abdurrahman menyerang Semarang. Sementara dua pesawat Cureng masing-masing diterbangkan Kadet Penerbang Sutardjo Sigit dan juru tembak Sutardjo untuk menyerang Salatiga, Suharnoko Harbani dan juru tembak Kaput menyerang benteng pertahanan Belanda di Ambarawa.
Para Kadet Penerbang tadi menjalankan misi rahasia dari Kepala Staf Angkatan Udara Komodor S Suryadharma sebagai reaksi balasan terhadap agresi Militer Belanda I yang melaksanakan serangan udara di wilayah-wilayah RI termasuk pangkalan udara di Jawa dan Sumatera.
Sedangkan satu pesawat yang diawaki oleh Kadet Penerbang Bambang Saptoaji batal menjalankan misi karena ada kerusakan pesawat. Pesawat-pesawat yang diterbangkan para Kadet Penerbang itu mengemban tugas untuk melakukan serangan udara terhadap benteng pertahanan Belanda.
"Mereka yang bermodalkan pesawat peninggalan Jepang dan didorong oleh semangat juang tinggi, telah berhasil melakukan tindakan dan langkah berani dengan melaksanakan serangan udara terhadap kubu penjajah Belanda di kota Semarang, Salatiga dan Ambarawa," ujar Hadi.
Serangan saat itu, lanjut Hadi, menjadi pembuktian bahwa TNI masih ada dan menjadi perhatian dunia Internasional.
"Peristiwa heroik tersebut telah membuka mata dunia, bahkan PBB memaksa pemerintah Belanda agar melaksanakan pertemuan dengan Indonesia, selanjutnya pertemuan tersebut dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar", ungkapnya.
Kasau berharap peristiwa gugurnya para perintis dan pendiri TNI Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara A Adisutjpto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Udara Adi Sumarmo menjadi teladan bagi semua pihak.
"Yang selanjutnya kita implementasikan dalam tugas sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing," kata Hadi.
Kegiatan napak tilas kali ini, kata Hadi, menggunakan skenario yang sama dengan yang terjadi pada 70 tahun yang lalu. Ada simulasi dan treatikal dari para pemeran pelaku napak tilas yang berasal dari para instruktur penerbang dan taruna. Mereka menggunakan pakaian kadet penerbang zaman itu. Napak tilas tersebut dilakukan dengan menerbangkan 3 pesawat KT 1B Woong Bee buatan Korea Selatan dari Landasan Udara Adisutjipto dengan rute penerbangan serangan udara ketiga kota yaitu Semarang, Salatiga dan Ambarawa sekitar pukul 04.30 WIB.
Tiga pesawat yang mendukung napak tilas kali ini dipiloti oleh Mayor Pnb Iwan setiawan dengan pesawat KT 1B Woong Bee LL 0105, Mayor Pnb Oktavianus menggunakan pesawat KT 1B Woong Bee LL 0110, Kapten Pnb Dika Mahendra menggunakan pesawat KT 1B Woong Bee LL 0113.
Aksi treatikal dalam napak tilas kali ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Pasalnya kali ini didukung oleh beberapa komunitas seni di Yogyakarta di antaranya Komunitas 45 dan komunitas fotografer Yogyakarta.
SUMBER: WWW.GARASIGAMING.COM
No comments:
Post a Comment